Penganugerahan pahlawan nasional berdasarkan undang-undang memang berangkat dari usulan masyarakat, aspiratif dan demokratis, ini memang persaingan yang sehat. Jumlah pahlawan Indonesia yang sejak 1959-1998 mencapai 156 di tambah 2 orang yang baru lagi yaitu Ir.Soekarno-Hatta. Sebenarnya kita perlu berapa pahlawan? semangat apa yang telah mereka tanamkan dalam masyarakat sehingga mereka layak dijadikan pahlawan. Apakah hanya karena rela mati semata daripada dijajah dan akibat rasa benci terhadap penjajah Belanda.
Sebagai
kaum muda , saya sendiri masih bingung siapa pahlawan yang bisa
dijadikan inspirasi, padahal dalam setiap sejarah
suatu negara yang hebat, mereka terlebih dahulu menciptakan opini para
pahlawannya agar patut dicontoh dan diteladani. Setelah membolak-balik
buku, hanya satu Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat yaitu Abdul Kadir ( 1777-1875 ). Adapun mereka seperti Sultan Hamid IISultan Hamid II, lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila. Lahir: 12 Juli 1913, meninggal: 30 Maret 1978
yang berjasa sebagai perancang lambang negara yaitu Pancasila bukan
termasuk pahlawan nasional karena diakhir kepemimpinan beliau dianggap
seorang pemberontak. Begitu juga yang dialami oleh Oevang Oeray yang menjabat Gubernur Kalbar pertama dari kalangan Suku Dayak pada
periode 1960-1966. Gubernur Oevang Oeray diberhentikan dari jabatannya
berdasarkan SK Presiden RI No 207 tanggal 22 September. Oevang Oeray merupakan orang yang dekat dengan Soekarno / Soekarnois. Setelah insiden pembunuhan 6 jenderal di Jakarta, ia dituding sebagai tokoh politik yang terlibat PKI. Padahal
menurut evaluasi Kementerian Luar Negeri, Oevaang Oeray bukanlah
simpatisan PKI, melainkan anggota Partindo yang sering dideskribsikan
sebagai kelompok sayap kiri. Sejak Oevang Oeray dianggap terlibat PKI banyak PNS dari etnis dayak yang diberhentikan dengan tuduhan terlibat PKI.
Hal
positif ke dua tokoh Kalimantan Barat tersebut adalah jasa mereka untuk
negara Indonesia. Sultan Hamid II berjasa merancang lambang negara
Indonesia sedangkan Oevang Oeray orang yang berhasil membangun idiologi
pada kaumnya sendiri supaya kaumnya bisa mencintai Pancasila lewat
Partai Persatuan Dayak ( PPD ). Kegagalan-kegagalan tokoh Kalimantan
Barat seperti Sultan Hamid II dan Oevang Oeray memang harus
diklarifikasi kembali oleh para pemerhati sejarah dan aktivis yang ada
di Kalimantan Barat. Peluang Kalimantan Barat memang ada tapi
semuanya harus bekerja keras untuk mengajukan calon-calon kepahlawanan
tersebut di tingkat nasional. Bukti-bukti reportase dan tulisan-tulisan
serta hasil karya para tokoh memang sangat diperlukan supaya jangan
terjebak pada sosok pahlawan sebagai individu yang sudah tidak ada
tetapi bagaimana generasi sekarang perlu meneladani nilai-nilai yang
pernah mereka tanamkan kepada pengikutnya di zaman itu.
Pahlawan
nasional memang sangat diperlukan oleh bangsa agar generasi selanjutnya
bisa terus belajar dan mencintai bangsanya sendiri. Tapi dalam
perjalanan waktu nilai kepahlawan itu seakan hilang ditelan waktu
padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya
sendiri. Mendirikan negara memang tidak gampang diperlukan tokoh-tokoh
yang idealis dan punya spiritualitas perjuangan yang sangat tinggi.
Nilai kepahlawanan itu bukan lagi tentang seorang tokoh yang berperang
dan rela mati saja tapi adakah nilai kemanusiaan yang pernah ditanamkan
kepada sesamanya manusia. Sedangkan pahlawan yang harus dibangun zaman
ini adalah bagaimana segenap insan, pejabat negara, tokoh masyarakat
agar bisa membangun, mendidik, mengangkat sesamanya manusia yang masih
terpuruk, masih terbelakang, masih miskin, terlantar, lapar. Kita
sekarang seakan telah berdiri dengan penuh kesombongan mengulanggi
semangat penjajah itu sendiri. Tanpa pernah malu kita menjajah kaum kita
sendiri dengan saling membunuh,membenci dengan atas nama SARA.
0 komentar:
Posting Komentar