Pendidikan berkarakter atau biasa disebut pendidikan yang memiliki kepribadian yang luhur. Kalau dalam ajaran agama pendidikan karakter sangat diutamakan, dimana simbol kepribadian yang di objekkan diharapkan dapat diteladani oleh pengikutnya. Biasanya nilai-nilai kepribadian dalam ajaran agama bersumber dari Kitab Suci ataupun tokoh-tokoh agama seperti Nabi,Santa-Santo, Rasul dsb. Kepribadian para tokoh-tokoh agama digunakan sebagai simbol utama dalam pendidikan karakter tersebut.
Pendidikan
kepribadian kebanyakan di dominasi oleh agama, maka tidak heran sumber yang
dicontohkan selalu disebut-sebut namanya supaya bisa diikuti oleh para
pengikutnya. Inilah yang terlihat dalam pendidikan agama. Pendidikan karakter
ini ibarat mengisi kekuatan dalam tubuh manusia. Supaya manusia tersebut bisa berguna
bagi dirinya,keluarganya juga masyarakat yang ada di sekitarnya. Permasalahan
yang banyak terjadi terkadang adalah jika pendidikan karakter yang diajarkan
menyimpang, maka hasil akhirnyapun bisa membahayakan sesama.
Pendidikan
berkarakter atau berkepribadian luhur sama seperti seorang pembuat roti yang
yang ingin membuat rotinya terasa enak dan lezat. Awalnya roti bukanlah apa-apa
jika tanpa melalui proses panjang. Roti itu bisa terasa enak karena si pembuat
roti memberikan beberapa campuran di dalamnya yaitu ada tepung, permipan (
pengembang kue ), gula, mentega, air. Roti tersebut dibentuk, diadon melalui
proses yang lumayan lama. Maka baru bisa terbentuk roti dan akhirnya bisa
dinikmati oleh lidah manusia.
Manusia
juga diibaratkan roti, dimana untuk menjadi manusia yang berkarakter kita perlu
dibina, dibentuk, diolah dengan berbagai macam kepribadian. Mulai dari
kepribadian yang bernama kejujuran, rendah hati, tidak pendendam, sabar, tidak
suka iri hati, mengampuni dsb.
Di
Sekolah juga sebenarnya sangat ditekankan pendidikan yang berkarakter
nilai-nilai yang luhur. Karakter yang cocok untuk siswa-siswi di sekolah
biasanya disesuaikan ajaran agama yang ada di sekolah tersebut. Selain itu ditambah karakter pendidikan Pancasila. Kalau
hanya karakter agama saja yang dibentuk untuk siswa-siswi mereka akan tampak
terlalu fanatik terhadap orang lain. Dan bahkan muncul rasa sukuisme yang
sangat tinggi, akibat dari pendidikan karakter yang tidak baik.
Dalam
agama Katolik, biasanya karakter yang ingin dimasukan dalam pengikutnya adalah
kejujuran, rendah hati, murah hati, mengampuni, melayani yang lemah seperti anak-anak cacat, melayani anak
yatim piatu. Tentunya kepribadian tersebut didasari dari kepribadian Yesus
Kristus. Selain agama Katolik, saya yakin masing-masing agama juga sudah
mempunyai tokoh ataupun sumber yang dapat dijadikan inspirasi kepada
pengikutnya, supaya para pengikutnya memiliki spiritualitas. Tapi sekali
lagi,tidak semua karakter yang dicita-citakan tersebut bisa langsung diikuti
oleh manusia, karena bisa jadi bentukan keluarga / keturunan kadang menjadi
penghambat semua ini.
Akhir-akhir
ini, sangat marak sekali kekerasan antar kelompok, premanisme, permusuhan satu-sama
lain, peristiwa seperti ini sudah barang tentu merupakan refleksi buat bangsa
dan negara ini. Negara yang katanya beragama dan berbudaya tinggi ini, sekarang
lebih dikenal dengan negara anarkisme. Sebenarnya adakah yang salah dalam
pendidikan karakter manusia di dalamnya. Yang jelas pasti ada.Ya, pendidikan
karakter dan kepribadian bernafas panas telah mengubah wajah negeri ini menjadi
tampak sadis dan fanatik.
Ketika
RI merdeka telah disepakati kalau Pancasila adalah dasar negara, bhineka tunggal
ika merupakan falsafah kehidupan bangsa.
Dengan modal dasar negara Pancasila, para pendiri bangsa mencoba
membentuk,membenahi, menjalankan negara walaupun pada akhirnya jatuh bangun,
walaupun begitu bangsa ini masih mencoba
tegak berdiri. Sebenarnya pendiri negara ini awalnya ingin bercita-cita
mentransformasikan karakter Pancasila ke dalam jiwa dan raga masyarakat, tapi
dalam perjalanan waktu memang tidak bisa dijalankan diakibatkan berbagai
penghianatan. Penghianatan-penghianatan terhadap kepribadian Pancasila inilah
yang sebenarnya telah menjadi sumber malapetaka buat bangsa dan negara ini.
Dimana segala sesuatu tidak diletakan pada tempatnya. Ibarat hukum alam, dimana
kaki dipijak disitu langit dijunjung, dimana kamu hidup harusnya kamu bisa
menghargai itu, tapi karena tidak saling menghormati masing-masing kebiasaan
terjadilah bentrokan antar suku, saling ejek,saling hina satu sama lain dan itu
bukan hal yang aneh lagi di negeri ini.
Kini
sampai kapankah penghianatan ini terus akan terjadi? Karakter Pancasila yang
katanya berpihak pada ekonomi kerakyatan, kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi karakter tersebut tidak dimiliki
manusia-manusia yang ada di dalamnya. Kemanakah spiritualitas Pancasila itu
pergi? Jangan-jangan Sang Garuda sedang terlelap atau masih pergi ke Luar
Negeri? Salah didikkah anak-anak di negeri ini? Bisa saja itu terjadi.
Pada
dasarnya pendidikan karakter Pancasila bisa ditransformasikan ke dalam jiwa dan
raga rakyat Indonesia sejak masih kecil. Jika tidak maka bersiap-siaplah satu
sama lain yang berbeda-beda ini saling membeda-bedakan, saling anarkisme,
saling tuding dsb. Dunia pendidikan diharapkan berperan penting untuk membentuk
karakter bangsa. Karena dunia pendidikan masih dinilai netral dalam mendidik
dan membentuk kepribadian manusia.
0 komentar:
Posting Komentar