20 Maret 1978

Tina Borneo 78

Yang Terlupakan

Media Belajar 18.55 |

         
Penganugerahan pahlawan nasional berdasarkan undang-undang memang berangkat dari usulan masyarakat, aspiratif dan demokratis, ini memang persaingan yang sehat. Jumlah pahlawan Indonesia yang sejak 1959-1998 mencapai 156 di tambah 2 orang yang baru lagi yaitu Ir.Soekarno-Hatta. Sebenarnya kita perlu berapa pahlawan? semangat apa yang telah mereka tanamkan dalam masyarakat sehingga mereka layak dijadikan pahlawan. Apakah hanya karena rela mati semata daripada dijajah dan akibat rasa benci terhadap penjajah Belanda.
Sebagai kaum muda , saya sendiri masih bingung siapa pahlawan yang bisa dijadikan inspirasi, padahal dalam setiap sejarah suatu negara yang hebat, mereka terlebih dahulu menciptakan opini para pahlawannya agar patut dicontoh dan diteladani. Setelah membolak-balik buku, hanya satu Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat yaitu Abdul Kadir ( 1777-1875 ). Adapun mereka seperti Sultan Hamid IISultan Hamid II, lahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila. Lahir: 12 Juli 1913, meninggal: 30 Maret 1978 yang berjasa sebagai perancang lambang negara yaitu Pancasila bukan termasuk pahlawan nasional karena diakhir kepemimpinan beliau dianggap seorang pemberontak. Begitu juga yang dialami oleh Oevang Oeray yang menjabat Gubernur Kalbar pertama dari kalangan Suku Dayak pada periode 1960-1966. Gubernur Oevang Oeray diberhentikan dari jabatannya berdasarkan SK Presiden RI No 207 tanggal 22 September. Oevang Oeray merupakan orang yang dekat dengan Soekarno / Soekarnois. Setelah insiden pembunuhan 6 jenderal di Jakarta, ia dituding sebagai tokoh politik yang terlibat PKI. Padahal menurut evaluasi Kementerian Luar Negeri, Oevaang Oeray bukanlah simpatisan PKI, melainkan anggota Partindo yang sering dideskribsikan sebagai kelompok sayap kiri. Sejak Oevang Oeray dianggap terlibat PKI banyak PNS dari etnis dayak yang diberhentikan dengan tuduhan terlibat PKI.
Hal positif ke dua tokoh Kalimantan Barat tersebut adalah jasa mereka untuk negara Indonesia. Sultan Hamid II berjasa merancang lambang negara Indonesia sedangkan Oevang Oeray orang yang berhasil membangun idiologi pada kaumnya sendiri supaya kaumnya bisa mencintai Pancasila lewat Partai Persatuan Dayak ( PPD ). Kegagalan-kegagalan tokoh Kalimantan Barat seperti Sultan Hamid II dan Oevang Oeray memang harus diklarifikasi kembali oleh para pemerhati sejarah dan aktivis yang ada di Kalimantan Barat. Peluang Kalimantan Barat memang ada tapi semuanya harus bekerja keras untuk mengajukan calon-calon kepahlawanan tersebut di tingkat nasional. Bukti-bukti reportase dan tulisan-tulisan serta hasil karya para tokoh memang sangat diperlukan supaya jangan terjebak pada sosok pahlawan sebagai individu yang sudah tidak ada tetapi bagaimana generasi sekarang perlu meneladani nilai-nilai yang pernah mereka tanamkan kepada pengikutnya di zaman itu.
Pahlawan nasional memang sangat diperlukan oleh bangsa agar generasi selanjutnya bisa terus belajar dan mencintai bangsanya sendiri. Tapi dalam perjalanan waktu nilai kepahlawan itu seakan hilang ditelan waktu padahal bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya sendiri. Mendirikan negara memang tidak gampang diperlukan tokoh-tokoh yang idealis dan punya spiritualitas perjuangan yang sangat tinggi. Nilai kepahlawanan itu bukan lagi tentang seorang tokoh yang berperang dan rela mati saja tapi adakah nilai kemanusiaan yang pernah ditanamkan kepada sesamanya manusia. Sedangkan pahlawan yang harus dibangun zaman ini adalah bagaimana segenap insan, pejabat negara, tokoh masyarakat agar bisa membangun, mendidik, mengangkat sesamanya manusia yang masih terpuruk, masih terbelakang, masih miskin, terlantar, lapar. Kita sekarang seakan telah berdiri dengan penuh kesombongan mengulanggi semangat penjajah itu sendiri. Tanpa pernah malu kita menjajah kaum kita sendiri dengan saling membunuh,membenci dengan atas nama SARA.

0 komentar:

Ads 468x60px

Featured Posts