a.
Latar Belakang
Subdisiplin psikolinguistik neurologi atau disebut
juga neuropsikolinguistik ini mengkaji hubungan antar bahasa, berbahasa, dan
otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur
biologis otak manusia, serta telah berhasil memberi nama pada bagian-bagian
struktur otak itu.
Pada permulaan abad ke-20, Ferdinand de Saussure
(1964) seorang ahli linguistik bangsa Swiss telah berusaha menjelaskan apa
sebenarnyabahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak
(psikologi). Begitu pula Lenneberg berpendapat bahwa manusia memiliki
kecenderungan biologis yang khusus untuk memperoleh bahasa yang tidak dimiliki
oleh hewan. Alasan Lenneberg untuk membuktikan hal itu adalahs ebagai berikut.
1) Terdapat pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;
2) Perkembangan yang sama bagi semua bayi;
3) Kesukaran yang dialami untuk menghambat pertumbuhan
bahasa pada manusia;
4) Bahasa tidakmungkin diajarkan kepada makhluk lain;
5) Bahasa itu memiliki kesemestaanbahasa (Language
Universal)
b. Otak Manusia dan Fungsinya.
Otak adalah organ yang paling rumit pada manusia.
Selain itu, otak juga merupakan organ paling vital. Dianggap vital karena
seluruh fungsi semua organ dalam tubuh manusia diatur dan dijalankan atas
perintah otak. Otak jugabertugas menerima rangsangan dari kelima panca indera
kita. Berbagai rangsangan itu lantas diteruskan ke pusat-pusat penterjemah di
otak. Otak terdiri atas dua bagian, yaitu otak kiri dan otak kanan.
Pada otak manusia sebenarnya telah terjadi suatu
lateralisasi, yakni peristiwa lokalisasi fungsi bahasa pada salah satu belahan
otak. Proses lateralisasi itu merupakan karakteristik biologis bagi manusia
tidak bagi hewan. Pada saat lahir, perbedaan fungsi fungsi hemisfer kanan dan
kiri itu sangat sedikit. Akan tetapi mulai umur dua tahun ke atas, salah
satuhemisfer semakin berfungsi dominan. Proses tersebut berlangsung sampaimasa
adolesen. Ada juga yang mengatakan bahwa proses itu berlangsung hanya sampai umur
lima tahun. Isu inimerupakan isu yang ”krusial” bagi para linguis karena
lateralisasi dapat dihubungkan pada periode umur kritis pemerolehanbahasa
(Ardiana dan Sodiq, 2001:3. 10).
c. Periode Kritis
Periode kritis
merupakan periode pada saat pemerolehan bahasa berjalan dengan mudah karena
saraf-saraf otakmasih sangat plastis atau dengan definisi lain perode kritis
merupakan periode pertama atau masa anak dengan mudah memperoleh bahasa.
Menurut Christian, et. al (2001:100) bahwa yang dimaksud dengan hipotesis
periode kritis adalah suatu periode pada saat penguasaan bahasa terjadi secara
alami tanpa membuang tenaga. Penfield dan Roberts (1959) berpendapatbahwa usia
maksimum untuk penguasaan bahasa biasanya berkisar antara sepuluh tahun pertama
dari kehidupannya (maksudnya usia efektif untuk menuasai suatu bahasa adalah
dari dua sampai sepuluh tahun).
Hipotesis
periode kritis mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan
biologis manusia dengan tingkat Akuisisi bahasa. Dardjowijojo (1982:8) menulis
pada dasarnya hipotesis ini berbunyi (i) penguasaan bahasa tumbuh sejajar
dengan pertumbuhan bilogis, dan (ii) sesudah masa puber akuisisi bahasa secara
alamiah sudah tidak terjadi lagi. Hipotesis periode kritis yaitu periode waktu
terbatas dan khusus untuk memperoleh bahasa (Lightbown dan Spada, 2001: 19),
bahwa pemanfaatan secara maksimal dan optimal pada masa itu akan mempermudah
pemerolehanbahasa anak.
d. Ciri-ciri Gangguan Berbahasa
Gangguan
berbahasa memp[unyai ciri-ciri, yakni (a) tidakmudah didengar, (b) tidak dapat
dipahami atau dimengerti, (c) suara tidak nyaman, (d) menyimpang dari bunyi
tertentu (konsonan, vokal, dan diftong), (e) bicara dengan susah payah atau
gangguan dalam ritme atau tekanan, kualitas nada atau perubahan “pitch”, (f)
kekurangan atau “deficiency” dalam linguistik. Dan (g) tidaks esuai
dengan umur, kelamin, atau perkembangan fisik (Sidiarto, dalam kridalaksana,
1986:251-252).
e. Jenis-jenis Gangguan Berbahasa
Gangguan
berbahasa menurut Berry dan Eisenson (1973) dapat dibagi menjadi (a) kelainan
artikulasi atau fonem, (b) kelainan suara atau fonasi, (c) kelainan irama atau
ritme, dan (d) keliainan bahasa.
Faisal, et.al (1986:163-167) menjelaskan tentang
gangguan bahasa karena gangguan psikologis, yaitu gangguan fungsional
(psikologis) seperti schizophrenia, ia sering lupa tentang topik tuturnya,
meloncat dari topik ke topik lainnya.
Sidharta (1984)
secara medis, membedakan gangguan berbahasa atas tiga golongan, yaitu (1)
golongan gangguan berbicara, pertama, gangguan mekanisme berbicara berimplikasi
pada gangguan organik seperti gangguan akibat pulmonal, gangguan akibat faktor
laringal, gangguan akibat faktor lingual, dan gangguan akibat faktor resonansi.
Kedua, gangguan akibat multifaktorial yaitu berbicara serampangan, berbicara
profulsif, berbicara mutis. Ketiga gangguan psikogenik seperti berbicara manja,
berbicara kemayu, berbicara gagap, dan berbicara latah. (2) golongan kedua,
gangguan berbahasa berupa afasia motorik yang terbagi lagi atas afasia motorik
kprtikal, afasia motorik subkortikal, dan afasia motorik transkortikal, dan
afasia sensorik. (3) golongan ketiga, gangguan berpikir seperti pikun
(demensia), sisofrenik, dan depresif. Lalu ada penambahan golongan keempat,
gangguan lingkungan sosial seperti kasus Kamala dan Genie.
f. Sebab-sebab Gangguan Berbahasa
Menurut Suharno
(1982) mengidentifikasi salah satu gangguan otak yang menimbulkan gangguan
bahasa, yaitu CVA (Celebral Vascular Accident) yang berarti
‘kerusakan saluran darah di otak’, merupakan contoh kerusakan lokal otak, dan
kerusakan tersebar yang menyerang otak. Kemudian tumor otak tengah yang
menyebabkan dysarthria yaitu kesulitan mengartikulasi atau mengucapkan
kata-kata, absces dan trauma.
g. Gangguan Organik Otak yang Menghilangkan Memori
Gangguan Berbahasa Afasia
pada Otak Manusia
Dapat diketahui bahwa pusat
bicara bahasa ada di hemisfer kiri, yaitu untuk fungsi berbicara secara aktif,
pusatnya di depan atau (anterior) dan untuk pengertian bahasa di belakang
(posterior). Bila pusat Broca di daerah anterior rusak maka akan terjadi
gangguan bahasa berupa pembicaraan yang nonfluent (tidak lancar). Dengan nonfluent dimaksudkan
pembicaraan yang tidak lancar, usaha bicara yang meningkat, tekanan bicara yang
rendah, kelainan prosodi, hanya memakai kata benda dan kata kerja dalam kalimat
yang pendek. Sebaliknya kerusakan di daerah posterior (Wernicke) terjadi
kelainan wicara yang fluent (lancar), menggunakan kalimat yang panjang bahkan
sering berlebihan hingga terjadi Loggorhea dan berbelit-belit (Circumlocution,tetapi
ia tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain.
Jenis-Jenis Afasia
Schuel dan Jenkins (1961) merupakan ahli penyembuhan
gangguan bahasa sekaligus dokter yangberhasil mengklasifikasi
kerusakan-kerusakan pada otak yang berpengaruh pada bahasa. Menurut mereka da
lima jenis aphasia, yaitu sebagai berikut.
(1) Aphasia penghantar, yaitu kerusakan pada pusat otak dan kerusakan pada
saluran serabut, mereka menyebutnya gangguan tngkat atas dan bawah.
(2) Aphasia kata kerja (verbal aphasia) disebabkan oleh
kerusakan padalobus, baik di depan maupun di belakang pusat.
(3) Aphasia sintaksis (syntactical aphasia) disebabkan oleh
kerusakan-kerusakan pada belitan (gyrus) otak di daerah lobus frontal.
(4) Aphasia kata benda (nominal aphasia) disebabkan oleh
kerusakan di daerah “angular gyrus” (belitan bersiku).
(5) Aphasia semantik (semantic aphasia) disebabkan oleh
kerusakan pada “supra marginal gyrus”.
Pikun (Demensia)
Menurut Dari. Martina Wiwie S. Nasrun (Media
Indonesia, 21 Mei 2001) bahwa kepikunan atau demensia adalah suatu penurunan
fungsi memori atau daya ingat dan daya pikir lainnya dari hari ke hari semakin
buruk. Gangguan kognitif ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek,
kekeliruan mengenai tempat, orang, dan waktu. Juga kelancaran bicara (Chaer,
2003:159).
h. Gangguan Berbahasa pada Proses Pembentukan Bahasa
Pelafalan ‘R’ Memfosil
Dari hasil observasi ditemukan dua penyebab dasar
terjadinya pelafalan ‘R’ memfosil. Pertama, penutur benar-benar menerima
kenyataan (takdir) ketika sudah bisa berbicara tetapi tidak bisa melafalkan
huruf ‘R’. Yang kedua, penutur sengaja karena terpengaruh pelafalan
huruf ‘R’ yang tidak jelas itu sebagai budaya (kebiasaan) turun temurun.
Gagap (stuttering)
Gagap dapat diartikan sebagai ketidak fasihan ujaran
karena ketegangan psikologis, cemas, takut, dan sebagainya yang mengakibatkan
tidak berfungsinya (secara normal) alat-alat ujaran (speech organs).
Latah
Latah terjadi karena ketidaksengaja penutur mengulang
kata-kata kahirnya sendiri atau kata-kata orang lain akibat dikejutkan atau
dikagetkan. Latah ini terjadi secara spontan dengan mengeluarkan atau menirukan
ujaran-ujaran secara berulang-ulang tanpa disadarinya terucap bagitu saja oleh
penuturnya.
Suara Sengau
Suara sengau merupakan gangguan berbahasa yang
disebabkan oleh aliran udara dari diafragma paru-paru yang melewati tenggorokan
tidak keluar melalui saluran mulut melainkan keluar melalui hidung sehingga
bunyi bahasa (suara) terdengar sumbang atau fals.
0 komentar:
Posting Komentar