20 Maret 1978

Tina Borneo 78

Neuropsikolinguistik

Media Belajar 15.18 |

a.      Latar Belakang
Subdisiplin psikolinguistik neurologi atau disebut juga neuropsikolinguistik ini mengkaji hubungan antar bahasa, berbahasa, dan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur biologis otak manusia, serta telah berhasil memberi nama pada bagian-bagian struktur otak itu.
Pada permulaan abad ke-20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik bangsa Swiss telah berusaha menjelaskan apa sebenarnyabahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak (psikologi). Begitu pula Lenneberg berpendapat bahwa manusia memiliki kecenderungan biologis yang khusus untuk memperoleh bahasa yang tidak dimiliki oleh hewan. Alasan Lenneberg untuk membuktikan hal itu adalahs ebagai berikut.
1)      Terdapat pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;
2)      Perkembangan yang sama bagi semua bayi;
3)      Kesukaran yang dialami untuk menghambat pertumbuhan bahasa pada manusia;
4)      Bahasa tidakmungkin diajarkan kepada makhluk lain;
5)      Bahasa itu memiliki kesemestaanbahasa (Language Universal)

b.      Otak Manusia dan Fungsinya.
Otak adalah organ yang paling rumit pada manusia. Selain itu, otak juga merupakan organ paling vital. Dianggap vital karena seluruh fungsi semua organ dalam tubuh manusia diatur dan dijalankan atas perintah otak. Otak jugabertugas menerima rangsangan dari kelima panca indera kita. Berbagai rangsangan itu lantas diteruskan ke pusat-pusat penterjemah di otak. Otak terdiri atas dua bagian, yaitu otak kiri dan otak kanan.
Pada otak manusia sebenarnya telah terjadi suatu lateralisasi, yakni peristiwa lokalisasi fungsi bahasa pada salah satu belahan otak. Proses lateralisasi itu merupakan karakteristik biologis bagi manusia tidak bagi hewan. Pada saat lahir, perbedaan fungsi fungsi hemisfer kanan dan kiri itu sangat sedikit. Akan tetapi mulai umur dua tahun ke atas, salah satuhemisfer semakin berfungsi dominan. Proses tersebut berlangsung sampaimasa adolesen. Ada juga yang mengatakan bahwa proses itu berlangsung hanya sampai umur lima tahun. Isu inimerupakan isu yang ”krusial” bagi para linguis karena lateralisasi dapat dihubungkan pada periode umur kritis pemerolehanbahasa (Ardiana dan Sodiq, 2001:3. 10).

c.       Periode Kritis
Periode kritis merupakan periode pada saat pemerolehan bahasa berjalan dengan mudah karena saraf-saraf otakmasih sangat plastis atau dengan definisi lain perode kritis merupakan periode pertama atau masa anak dengan mudah memperoleh bahasa. Menurut Christian, et. al (2001:100) bahwa yang dimaksud dengan hipotesis periode kritis adalah suatu periode pada saat penguasaan bahasa terjadi secara alami tanpa membuang tenaga. Penfield dan Roberts (1959) berpendapatbahwa usia maksimum untuk penguasaan bahasa biasanya berkisar antara sepuluh tahun pertama dari kehidupannya (maksudnya usia efektif untuk menuasai suatu bahasa adalah dari dua sampai sepuluh tahun).
Hipotesis periode kritis mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan biologis manusia dengan tingkat Akuisisi bahasa. Dardjowijojo (1982:8) menulis pada dasarnya hipotesis ini berbunyi (i) penguasaan bahasa tumbuh sejajar dengan pertumbuhan bilogis, dan (ii) sesudah masa puber akuisisi bahasa secara alamiah sudah tidak terjadi lagi. Hipotesis periode kritis yaitu periode waktu terbatas dan khusus untuk memperoleh bahasa (Lightbown dan Spada, 2001: 19), bahwa pemanfaatan secara maksimal dan optimal pada masa itu akan mempermudah pemerolehanbahasa anak.
d.      Ciri-ciri Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa memp[unyai ciri-ciri, yakni (a) tidakmudah didengar, (b) tidak dapat dipahami atau dimengerti, (c) suara tidak nyaman, (d) menyimpang dari bunyi tertentu (konsonan, vokal, dan diftong), (e) bicara dengan susah payah atau gangguan dalam ritme atau tekanan, kualitas nada atau perubahan “pitch”, (f) kekurangan atau “deficiency” dalam linguistik. Dan (g) tidaks esuai dengan umur, kelamin, atau perkembangan fisik (Sidiarto, dalam kridalaksana, 1986:251-252).
e.       Jenis-jenis Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa menurut Berry dan Eisenson (1973) dapat dibagi menjadi (a) kelainan artikulasi atau fonem, (b) kelainan suara atau fonasi, (c) kelainan irama atau ritme, dan (d) keliainan bahasa.
Faisal, et.al (1986:163-167) menjelaskan tentang gangguan bahasa karena gangguan psikologis, yaitu gangguan fungsional (psikologis) seperti schizophrenia, ia sering lupa tentang topik tuturnya, meloncat dari topik ke topik lainnya.
Sidharta (1984) secara medis, membedakan gangguan berbahasa atas tiga golongan, yaitu (1) golongan gangguan berbicara, pertama, gangguan mekanisme berbicara berimplikasi pada gangguan organik seperti gangguan akibat pulmonal, gangguan akibat faktor laringal, gangguan akibat faktor lingual, dan gangguan akibat faktor resonansi. Kedua, gangguan akibat multifaktorial yaitu berbicara serampangan, berbicara profulsif, berbicara mutis. Ketiga gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara kemayu, berbicara gagap, dan berbicara latah. (2) golongan kedua, gangguan berbahasa berupa afasia motorik yang terbagi lagi atas afasia motorik kprtikal, afasia motorik subkortikal, dan afasia motorik transkortikal, dan afasia sensorik. (3) golongan ketiga, gangguan berpikir seperti pikun (demensia), sisofrenik, dan depresif. Lalu ada penambahan golongan keempat, gangguan lingkungan sosial seperti kasus Kamala dan Genie.
f.       Sebab-sebab Gangguan Berbahasa
Menurut Suharno (1982) mengidentifikasi salah satu gangguan otak yang menimbulkan gangguan bahasa, yaitu CVA (Celebral Vascular Accident) yang berarti ‘kerusakan saluran darah di otak’, merupakan contoh kerusakan lokal otak, dan kerusakan tersebar yang menyerang otak. Kemudian tumor otak tengah yang menyebabkan dysarthria yaitu kesulitan mengartikulasi atau mengucapkan kata-kata, absces dan trauma.
g.      Gangguan Organik Otak yang Menghilangkan Memori

Gangguan Berbahasa Afasia pada Otak Manusia
Dapat diketahui bahwa pusat bicara bahasa ada di hemisfer kiri, yaitu untuk fungsi berbicara secara aktif, pusatnya di depan atau (anterior) dan untuk pengertian bahasa di belakang (posterior). Bila pusat Broca di daerah anterior rusak maka akan terjadi gangguan bahasa berupa pembicaraan yang nonfluent (tidak lancar). Dengan nonfluent dimaksudkan pembicaraan yang tidak lancar, usaha bicara yang meningkat, tekanan bicara yang rendah, kelainan prosodi, hanya memakai kata benda dan kata kerja dalam kalimat yang pendek. Sebaliknya kerusakan di daerah posterior (Wernicke) terjadi kelainan wicara yang fluent (lancar), menggunakan kalimat yang panjang bahkan sering berlebihan hingga terjadi Loggorhea dan berbelit-belit (Circumlocution,tetapi ia tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain.

Jenis-Jenis Afasia
Schuel dan Jenkins (1961) merupakan ahli penyembuhan gangguan bahasa sekaligus dokter yangberhasil mengklasifikasi kerusakan-kerusakan pada otak yang berpengaruh pada bahasa. Menurut mereka da lima jenis aphasia, yaitu sebagai berikut.
(1)   Aphasia penghantar, yaitu kerusakan pada pusat otak dan kerusakan pada saluran serabut, mereka menyebutnya gangguan tngkat atas dan bawah.
(2)   Aphasia kata kerja (verbal aphasia) disebabkan oleh kerusakan padalobus, baik di depan maupun di belakang pusat.
(3)   Aphasia sintaksis (syntactical aphasia) disebabkan oleh kerusakan-kerusakan pada belitan (gyrus) otak di daerah lobus frontal.
(4)   Aphasia kata benda (nominal aphasia) disebabkan oleh kerusakan di daerah “angular gyrus” (belitan bersiku).
(5)   Aphasia semantik (semantic aphasia) disebabkan oleh kerusakan pada “supra marginal gyrus”.

Pikun (Demensia)
Menurut Dari. Martina Wiwie S. Nasrun (Media Indonesia, 21 Mei 2001) bahwa kepikunan atau demensia adalah suatu penurunan fungsi memori atau daya ingat dan daya pikir lainnya dari hari ke hari semakin buruk. Gangguan kognitif ini meliputi terganggunya ingatan jangka pendek, kekeliruan mengenai tempat, orang, dan waktu. Juga kelancaran bicara (Chaer, 2003:159).

h.         Gangguan Berbahasa pada Proses Pembentukan Bahasa
Pelafalan ‘R’ Memfosil
Dari hasil observasi ditemukan dua penyebab dasar terjadinya pelafalan ‘R’ memfosil. Pertama, penutur benar-benar menerima kenyataan (takdir) ketika sudah bisa berbicara tetapi tidak bisa melafalkan huruf ‘R’. Yang kedua,  penutur sengaja karena terpengaruh pelafalan huruf ‘R’ yang tidak jelas itu sebagai budaya (kebiasaan) turun temurun.

Gagap (stuttering)
Gagap dapat diartikan sebagai ketidak fasihan ujaran karena ketegangan psikologis, cemas, takut, dan sebagainya yang mengakibatkan tidak berfungsinya (secara normal) alat-alat ujaran (speech organs).

Latah
Latah terjadi karena ketidaksengaja penutur mengulang kata-kata kahirnya sendiri atau kata-kata orang lain akibat dikejutkan atau dikagetkan. Latah ini terjadi secara spontan dengan mengeluarkan atau menirukan ujaran-ujaran secara berulang-ulang tanpa disadarinya terucap bagitu saja oleh penuturnya.

Suara Sengau
Suara sengau merupakan gangguan berbahasa yang disebabkan oleh aliran udara dari diafragma paru-paru yang melewati tenggorokan tidak keluar melalui saluran mulut melainkan keluar melalui hidung sehingga bunyi bahasa (suara) terdengar sumbang atau fals.


0 komentar:

Ads 468x60px

Featured Posts